Pemeriksan
fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi gangguan
fungsi persarafan. Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi menggunakan
refleks hammer.
Pemeriksaan
pada sistem persarafan secara menyeluruh meliputi : status mental,
komunikasi dan bahasa, pengkajian saraf kranial, respon motorik, respon
sensorik dan tanda-tanda vital.
Secara umum dalam pemeriksaan fisik klien gangguan sistem persarafan, dilakukan pemeriksaan :
Status mental :
Masalah
persarafan sering berpengaruh pada status mental, kadang-kadang perawat
mengalami kesulitan memperoleh riwayat kesehatan yang akurat langsung
dari klien. Status mental, termasuk kemampuan berkomunikasi dan
berbahasa serta tingkat kesadaran dilakukan dengan pemeriksaan Glasgow
Coma Scale (GCS).
Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan.
Tanyakan
“kita ada dimana” seperti : nama rumah sakit yang ia tempati, negara,
kota, asal daerah, dan alamat rumah. Berikan point 1 untuk masing-masing
jawaban yang benar
Registration (memori)
Perlihatkan
3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda tersebut
masing-masing dalam waktu 1 detik. Kemudian suruh orang coba untuk
mengulang nama-nama benda yang sudah diperlihatkan. Berikan point 1
untuk masing-masing jawaban benar
Perhatian dan perhitungan
Tanyakan angka mulai angka 100 dengan menghitung mundur. Contoh angka 100 selalu dikurangi 7. berhenti setelah langkah ke 5.
Untuk
orang coba yang tidak bisa menghitung dapat menggunakan kata yang
dieja. Contoh kata MAKAN, huruf ke 5, ke 4, ke 3 dst. berikan skor 1
unuk masing-masing jawaban benar
Daya ingat (recall)
Sebutkan tiga benda kemudian suruh Orang coba mengulangi nama benda tersebut. Nilai 1 untuk masing-masing jawaban benar
Bahasa :
Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan tanyakan nama benda tersebut (2 point)
Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang kalimat tersebut. Contoh ‘saya akan pergi nonton di bioskop’ (skor 1)
Tiga perintah berurutan
Berikan
Orang coba selembar kertas yang berisi 3 perintah yang berurutan dan
ikuti perintah tersebut seperti contoh. Ambil pensil itu dengan tangan
kananmu, lalu pindahkan ke tangan kirimu kemudian letakkan kembali
dimeja. (skor tiga)
Membaca
Sediakan
kertas yang berisi kalimat perintah contoh. (tutup matamu). Suruh
Orang coba membaca dan melakukan perintah tersebut (skor 1)
Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)
Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar tersebut (nilai 1)
Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan nilai 27.
§ Gangguan berbahasa (afasia) :
1. Afasia
motorik, karena lesi di area Broca, klien tidak mampu menyatakan
pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa verbal dan visual serta
dapat melaksanakan sesuatu sesuai perintah.
2. Afasia
sensorik / perseptif, karena lesi pada area Wernicke, ditandai dengan
hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual tapi
memiliki kemampuan secara aktif mengucapkan kata-kata dan menuliskannya.
Apa yang diucapkan dan ditulis tidal mempunyai arti apa-apa.
3. Disatria,
gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan tegas karena lesi pada
upper motor neuron (UMN) lateral bersifat ringan dan lesi UMN bilateral
bersifat berat.
§ Tingkat kesadaran :
1. Alert : Composmentis / kesadaran penuh
§ Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.
2. Lethargic : Kesadaran
§ Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.
§ Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat berespon dengan cepat.
§ Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
3. Obtuned
§ Klien
memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan respon
misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat membingungkan.
4. Stuporus
§ Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
§ Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
5. Koma
§ Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil.
§ Glasgow Coma Scale (GCS) :
Didasarkan
pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon motorik (motorik
response = M), dan respon verbal (verbal response = V).
Dimana
masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang paling baik
(normal) sampai yang paling jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek
adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15.
Score : 3 – 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
< 7 : koma
> 11 : moderate disability
15 : composmentis
Adapun scoring tersebut adalah :
RESPON
|
SCORING
|
1. Membuka Mata = Eye open (E)
§ Spontan membuka mata
§ Terhadap suara membuka mata
§ Terhadap nyeri membuka mata
§ Tidak ada respon
|
4
3
2
1
|
2. Motorik = Motoric response (M)
§ Menurut perintah
§ Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba)
§ Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
§ Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi
§ Ekstensi abnormal/postur deserebrasi
§ Tidak ada respon
|
6
5
4
3
2
1
|
3. Verbal = Verbal response (V)
§ Berorientasi baik
§ Bingung
§ Kata-kata respon tidak tepat
§ Respon suara tidak bermakna
§ Tidak ada respon
|
5
4
3
2
1
|
Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
§ Fungsi penciuman
§ Test
pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya
mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
§ Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
§ Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
§ Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
§ Test
lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan
perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu
klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
§ Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
§ Test
N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap
pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu
mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
§ Test
N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid
line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola
mata, diplopia, nistagmus.
§ Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
§ Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap
pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien
tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.
§ Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
§ Fungsi
sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis,
asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan
kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.
§ Otonom, lakrimasi dan salivasi
§ Fungsi
motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk :
tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya
6. Test nervus VIII (Acustikus)
§ Fungsi sensoris :
§ Cochlear
(mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di
satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
§ Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
§ N
IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian
parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
§ N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
§ Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik keatas.
§ Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
8. Test nervus XI (Accessorius)
§ Klien
disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus
dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya.
§ Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan ---- test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
§ Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
§ Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
§ Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
Fungsi sensorik :
Pemeriksaan
sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan
sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab
itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan
yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan
pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan
baik).
Gejala
paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan
geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning),
rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan
tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan,
miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan
sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
§ Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
§ Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis
§ Pen / pensil, untuk graphesthesia.
Sistem Motorik :
Sistem
motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang
traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor
neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus
otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk
secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu
tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu
mencerminkan tonus otot.
Bila
tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot
disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan
tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu
kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam
melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.
Sementara
penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan
tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah
posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara
aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji
biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan
otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap
abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300.
Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul
dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris
yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 ,
supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa).
Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku),
kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal
jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi
fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon
yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar
keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi
kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan
dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores
seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan
refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki
melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang
normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
http://www.healthyenthusiast.com/
No comments:
Post a Comment