Saturday, June 28, 2014

SOP / Protap Merawat / Memandikan Pasien Luka Bakar

Sop IGD 
7.      Merawat/memandikan pasien luka bakar
a.       Pengertian
Membersihkan pasien luka bakar dengan menggunakan cairan fisiologis dan cairan desinfektan
b.      Tujuan
Mencegah terjadinya infeksi
Mengangkat jaringan nekrotik
c.       Indikasi
Luka bakar derajat dua ke atas dengan luas luka > 20 %
d.      Persiapan
1)      Alat
a)      Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort
b)      Alat-alat steril
(1)   Alat tenun
(2)   Set ganti balutan
(3)   Semprit 10 cc
(4)   Kain kasa
(5)   Verband sesuai dengan ukuran kebutuhan
(6)   Sarung tangan
c)      Alat-alat tidak steril
(1)   Bengkok
(2)   Ember
d)     Obat-obatan
(1)   Zalp kulit sesuai program (silver self)
(2)   Obat penenang (bila diperlukan
e)      Cairan
(1)   NaCl 0,9 % / aquadest
(2)   Cairan desinfektan
2)      Pasien
Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3)      Lingkungan
Ruang khusus
4)      Petugas
Petugas memakai celemek dan sarung tangan steril
e.       Pelaksanaan
1)      Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)
2)      Memandikan pasien di ruang khusus dengan fasilitas khusus
a)      Sebelum tindakan
-          Bak mandi dibersihkan dengan desinfeksi
-          Bak mandi diisi dengan air dengan suhu 37-430 derajat celcius
-          Memasukkan desinfektan ke dalam bak mandi dengan konsentrasi sesuai aturan
b)      Selama tindakan
-          Pasien diantar ke ruang mandi
-          Pasien dipersiapkan dengan menanggalkan baju
-          Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien
(a)    Merendam pasien ke dalam bak mandi
(b)   Mengambil cairan bullae sebelum pasien dimandikan
(c)    Membuang jaringan neokroktik
(d)   Memecahkan bullae
3)      Memindahkan pasien di atas kereta dorong yang sudah dialas dengan perlak dan alat tenun steril
4)      Mengeringkan badan pasien dengan handuk steril kemudian diberi zalf sesuai program dokter
5)      Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke tempat perawatan luka bakar
6)      Melakukan observasi terhadap :
a)      Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
b)      Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.
c)      Reaksi pemberian cairan dan reaksi pasien setelah dimandikan
7)      Mencatat segala perkembangan dan hasil observasi
8)      Memandikan pasien di ruang tindakan
a)      Pasien dipersiapkan, baju ditanggalkan.
b)      Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien :
(1)     Mencuci daerah luka bakar dengan cairan NaCl 0,9 % yang sudah dicampur dengan desinfektan
(2)     Membersihkan luka bakar dari segala kotoran yang menempel
(3)     Membuang jaringan neokrotik
(4)     Memecahkan bullae dengan memakai semprit
(5)     Membilas luka bakar dengan cairan steril tanpa desinfektan
c)      Mengeringkan daerah luka bakar/bagian yang dicuci dengan kasa steril kemudian diberi zalf sesuai program pengobatan
d)     Memindahkan pasien ke kereta dorong yang sudah diberi alas/alat tenun steril
e)      Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke ruang perawatan luka bakar
f)       Mengobservasi terhadap :
1)      Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
2)      Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.
3)      Reaksi pasien setelah dimandikan
g)      Memberikan suntikan analgetik sesuai program bila diperlukan
h)      Melaporkan segera kepada dokter bila terdapat perubahan keadaan umum
f.       Hal-hal yang perlu diperhatikan
1)      Melaksanakan teknik aseptik secara benar
2)      Respons pasien
3)      Pola pernafasan pasien
4)      Menghindari terjadinya hypotermia


SOP Penanganan Open Pneumothorak

Sop Gawat Darurat
6.      Penanganan open pneumothorak
a.       Defenisi
Adalah defek yang lebar pada dinding dada yang tetap terbuka  yang menyebabkan terjadinya pneumothorak terbuka/sucking chest wound, diamater >2/3 diameter trachea
b.      Indikasi
Pasien dengan open pneumothorak
c.       Tujuan
Menghilangkan sesak nafas dan mempertahankan pasien tetap hidup
d.      Pelaksanaan tindakan
1)      Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)
2)      Kassa steril
3)      Plastik tipis
4)      Plester
5)      Cairan infus
6)      Infus set
e.       Pelaksanaan tindakan
1)      Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)
2)      Jaga ABC tetap stabil dan imobilisasi tulang servical
3)      Tutup defek dengan kassa steril dan plastic, sampai melewati tepi defek
4)      Plester pada tiga sisi saja (flutte type valve effect)
5)      Kolaborasi dengan dokter untuk memasang chest tube dan WSD
6)      Berikan oksigen 8 lt/menit
7)      Berikan infuse RL 2 jalur dengan jarum yang besar
f.       Hal penting yang perlu diperhatikan
1)      Pasang monitor EKG
2)      Pasang pulse oksimeter

SOP / Protap Penanganan Cedera Kepala

Sop Gawat Darurat
5.      Cedera Kepala
a.       Defenisi
Suatu keadaan dimana kepala mengalami cedera akibat adanya suatu trauma
b.      Tujuan
1)      Mencegah kerusakan otak sekunder
2)      Mempertahankan pasien tetap hidup
c.       Indikasi
1)      Contusio cerebri
2)      Commotio cerebri
d.      Persiapan alat
1)      Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2)      Neckcollar
3)      Suction lengkap
4)      Oksigen lengkap
5)      Intubasi set
6)      Long spine board
7)      Infus set
8)      Cairan ringer lactat hangat
9)      Pulse oksimetri
10)  Monitor EKG
11)  Gastric tube
12)  Folley chateter + urine bag
e.       Pelaksanaan tindakan
1)      Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort
2)      Bersihkan jalan nafas dari kotoran (darah, secret, muntah) dengan suction)
3)      Imobilisasi C spine dengan neck collar
4)      Jika tiba-tiba muntah miringkan dengan teknik “Log Roll”.
5)      Letakkan pasien di atas long spine board
6)      Bila pasien mengorok pasang oropharingeal airway dengan ukuran yang sesuai oropharingeal jangan difiksasi
7)      Membantu dokter pasang intubasi (jika ada indikasi)
8)      Pertahankan breathing dan ventilation dengan memakai masker oksigen dan berikan oksigen 100 % diberikan dengan kecepatan 10-121/menit
9)      Monitor circulasi dan stop perdarahan, berikan infus RL 1-2 liter bila ada tanda-tanda syok dan gangguan perfusi, hentikan perdarahanluar dengan cara balut tekan.
10)  Periksa tanda lateralisasi dan nilai Glasgow Coma Scale nya
11)  Pasang foley cateter dan pipa nasogastrik bila tak ada kontraindikasi
12)  Selimuti tubuh penderita setelah diperiksa seluruh tubuhnya, jaga jangan sampai kedinginan.
13)  Persiapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik / foto kepala
f.       Hal yang perlu diperhatikan
1)      Gangguan kesadaran dan perubahan kesadaran dengan skala koma galasgow lebih kecil dari 9 yaitu E-1, M-5, V= 1-2
2)      Pupil anisokor, dengan perlambatan reaksi cahaya
3)      Hemifarese
4)      Monitor tanda-tanda vital secara ketat



SOP Penanganan Trauma Abdomen

Sop Gawat Darurat
4.      Trauma Abdomen
a.       Defenisi
Suatu keadaan dimana abdomen mengalami benturan
b.      Tujuan
1)      Mencegah kerusakan lebih lanjut organ di rongga abdomen
2)      Mencegah terjadinya syok
c.       Indikasi
Cedera pada daerah abdomen
d.      Persiapan alat :
1)      Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2)      Oksigen lengkap
3)      Gurita
4)      Infus set
5)      Cairan ringer lactat hangat
6)      Kassa steril
e.       Pelaksanaan tindakan
1)      Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2)      Pertahankan jalan nafas tetap terbuka dan imobilisasi C spine
3)      Pasien diberikan oksigen 6 ltr/menit
4)      Pasang infus ringer lactat hangat dengan jarum yang besar
5)      Pasang gurita jika terjadi perdarahan internal
6)      Jika terdapat organ yang keluar tutup dengan kasa steril yang lembab
7)      Membantu dokter untuk mempersiapkan pasien untuk dilakukan operasi
8)      Monitor tanda-tanda vital pasien
f.       Hal yang perlu diperhatikan
1)      Syok hemoraghik / hipovolemik
2)      Koagulopati
3)      Cegah hipoglikemi
4)      Asidosis
5)      Cega jantung sampai hipotermi

SOP Penanganan Trauma Dada

SOP Gawat Darurat
3.      Flail Chest
a.       Defenisi
Adanya bagian dari dinding dada yang kehilangan kontinuitas dengan dinding dada sisanya (ada bagian yang melayang). Terdapat multiple fraktur iga dengan garis fraktur lebih dari satu pada satu iga.
b.      Tujuan
1)      Mengurangi rasa sakit
2)      Mencegah kerusakan lebih lanjut pada dinding dada
c.       Indikasi
1) Flail chest
d.      Persiapan alat
1)      Alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2)      Oksigen lengkap
3)      Intubasi set
4)      Suction lengkap
5)      Infus set
6)      Cairan ringer lactate
7)      Pulse oksimetri
e.       Pelaksanaan tindakan
1)      Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2)      Bersihkan jalan nafas, hisap cairan / darah dan kontrol C spine
3)      Pasang intubasi
4)      Berikan oksigenasi yang adekuat
5)      Jamin breathing-ventilasi dengan baik
6)      Infus RL, 2 jalur dengan jarum besar
7)      Monitoring dengan pulse oximetry
f.       Hal yang perlu diperhatikan
1)      Hipoksia sebab kontusio paru
2)      Nyeri pada pergerakan dada

SOP Penanganan Thorak masif

Contoh SOP Keperawatan
2.      Thorak Masif
a.       Defenisi
Terkumpulnya darah secara cepat sebanyak > 1500 ml di rongga toraks akibat trauma tajam atau tumpul yang menyebabkan terputusnya  arteri intercostalis, pembuluh darah hilus paru atau robek parenkim paru atau jantung.
b.      Tujuan
1)      Mengurangi rasa sesak
2)      Mempertahankan pasien tetap hidup
c.       Indikasi
1)      Pasien dengan trauma tumpul dada
2)      Perdarahan pada rongga dada
3)      Luka tusuk pada dada
d.      Persiapan alat
1)      Alat pelindung diri (kacamata safety, masker, handscoen, scort)
2)      Neck coller
3)      Obat anasthesia lokal
4)      Syringe
5)      Infus set
6)      Cairan ringar lactat yang hangat
7)      Chest tube
8)      Botol WSD
9)      Oksigen set
10)  Pulse oksimeter
e.       Pelaksanaan tindakan
1)      Petugas gunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2)      Bersihkan jalan nafas, kontrol servical dengan pemasangan semi rigid cervical collar
3)      Berikan oksigenasi 12 lt/menit
4)      Membantu dokter untuk pemasangan chest tube dan WSD
5)      Monitor WSD : undulasi, jumlah darah dan bubble
6)      Lakukan resusitasi cairan secara stimulan
7)      Pasang infus RL hangat dengan 2 jalur lumen besar
8)      Pasang pulse oximetry
9)      Pasang monitor EKG


f.       Hal yang perlu diperhatikan
1)      Nilai kesadaran, nadi, pernafasan, pengisian vena capiler, akral dan produksi urine
2)      Cegah jangan sampai hipoksia
3)      Adanya empisema toraks

SOP Penanganan Syok Hemoragik

Contoh Sop Keperawatan
1.      Penanganan syok haemoragik
a.       Defenisi
Suatu keadaan dimana terjadi gangguan perfusi yang disebabkan karena adanya perdarahan
b.      Tujuan
1)      Memulihkan perfusi pada jaringan
2)      Memulihkan keseimbangan cairan dalam tuibuh

3)      Mencegah kematian
c.       Indikasi
1) Syok haemoragik
d.      Persiapan
1)      Alat
-       Alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
-       Neck collar
-       Balut cepat
-       Infus set
-       Plester
-       Ringer lactat yang hangat
-       Monitor EKG
-       Pulse oksimeter
-       Oksigen set
-       Kateter
-       Urin bag
2)      Pasien
Pasien disiapkan sesuai dengan kebutuhan tindakan di atas brankard.
3)      Lingkungan
Tenang dan aman

e.       Pelaksanaan
1)      Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2)      Airway dan C spine dijamin aman
3)      Breathing dijamin aman, berikan oksigen
4)      Circulation
o   Infus 2 line dengan jarum no. 14/16 RL ± 1.000-2.000 ml sesuai dengan kebutuhan atau kelasnya syok.
o   Periksa laboratorium darah : golongan darah, Hb/Ht, AGD
o   Transfusi spesifik type atau golongan O
o   Stop sumber perdarahan
o   Tidak ada rekasi dilakukan bedah resusitasi untuk menghentikan perdarahan
5)      Pasang monitor EKG
6)      Pasang gastric tube
7)      Pasang kateter dan nilai produksi urin
Hal yang perlu diperhatikan :
1)      Harus dapat dilakukan di pusat gawat darurat tingkat IV sampai tingkat I
2)      Pasien dengan perdarahan yang masih aktif tidak dapat atau tidak boleh dievakuasi / medevak
3)      Metabolisme anaerob
4)      Kematian sel, translokasi bakteri, SIRS
5)      Gagal organ multipel (MOF) dan kematian

ANLS (Advance Neuro Life Support)

assalamualaikum..
NEW ACLS 2010 AHA GUIDELINES


2010 GUIDELINES FOR CPR VIDEO



ACLS 2010 AHA ECC VIDEO 1


ACLS 2010 AHA ECC VIDEO 2





ACLS 2010 AHA GUIDELINES VIDEO






ACLS Cardiac Arrest Algorithm.


Bradycardia Algorithm.



Tachycardia Alogarithm


Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Contoh Sop Keperawatan
Henti jantung dan henti napas bukanlah kejadian yang sering terjadi walapun di rumah sakit. Tidak semua penderita yang mengalami cardic arrest diresusitasi, melainkan hanya yang mungkin untuk hidup lama tanpa meninggalkan kelainan-kelainan di otak. Jadi resusitasi ialah usaha mengembalikan fungsi pernafasan dan/atau sirkulasi dan penanganan akibat henti nafas (respiratory arrest) dan/atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang, di mana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali. Jadi bukan pada akhir suatu stadium agonal, di mana karena memburuknya keadaan umum dan kondisi organ semakin buruk dan akhirnya gagal total; atau pada orang yang pusat diotaknya sudah mengalami kerusakan karena sebab-sebab per nafasan / sirkulasi sehingga tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup.
Keberhasilan resusitasi dimungkinkan oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis. Mati klinis terjadi bila dua fungsi penting yaitu pernafasan dan sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika keadaan ini tidak cepat ditolong, maka akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Setelah tiga menit mati klinis ( jadi tanpa oksigenisasi ), resusitasi dapat menyembuhkan 75% kasus klinis tanpa gejala sisa. Setelah empat menit persentase menjadi 50% dan setelah lima menit 25%. Maka jelaslah waktu yang sedikit itu harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.
Di samping mati klinis dan biologis dikenal juga istilah mati sosial yaitu keadaan di mana pernafasan dan sirkulasi terjadi spontan atau secara buatan, namun telah mengalami aktifitas kortikal yang abnormal ( perubahan EEG ), penderita dalam keadaan sopor atau koma tanpa kemungkinan untuk sembuh; jadi dalam keadaan vegetatif. Agar suatu resusitasi berhasil maksimal tentu saja memerlukan operator yang cekatan dan trampil.
Waktu satu menit, sangat berguna dan lebih baik memberikan resusitasi pada orang yang “sedang meninggal” daripada yang “telah meninggal”
FASE-FASE RESUSITASI KARDIO PULMONER
RJP dibagi terutama untuk memudahkan latihan dan mengingat, dalam fase dan langkah sebagai berikut :
FASE I : Tunjangan hidup dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar.
Terdiri dari :
♪ A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka.
♪ B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.
♪ C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru (KJP)
FASE II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support);
yaitu tunjangan hidup dasar ditambah dengan :
♪ D ( drugs ) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.
♪ E ( EKG ) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai KJP, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricular complexes.
♪ F ( fibrillation treatment ) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.
FASE III : Tunjangan hid up terus-menerus (Prolonged Life Support).
♪ G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
♪ H (Head) : Tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf darikerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologik yang permanen.
♪ H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30° - 32°C.
♪ H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan.
♪ I (Intensive care) : Perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang.
FASE I : TUNJANGAN HIDUP DASAR
Adalah prosedur pertolongan darurat, termasuk di dalamnya pengenalan henti jantung (cardiac arrest) dan henti napas (respiratory arrest) dan bagaimana melakukan RJP yang tepat untuk menyelamatkan nyawa sampai korban dapat dibawa atau tunjangan hidup lanjutan sudah tersedia. Di sini termasuk langkah-langkah ABC dari RJP :
© A (Airway) : Jalan nafas terbuka.
© B (Breathing : Pernapasan, pernapasan buatan RJP.
© C (Circulation) : Sirkulasi, sirkulasi buatan.
Indikasi tunjangan hidup dasar terjadi karena :
1.     Henti napas.
2.     Henti jantung, yang dapat terjadi karena :
© Kolaps kardiovaskular
© Fibrilasi ventrikel atau
© Asistole ventrikel.
Pernapasan buatan
Membuka jalan napas dan pemulihan pernapasan adalah dasar pemapasan buatan.
Cara mengetahui adanya sumbatan jalan napas dan apne :
© Lihat gerakan dada dan perut
© dengar dan rasakan aliran udara melalui mulut atau hidung.
Pada sumbatan total dengan pernapasan spontan, tidak terasa / terdengar aliran udara melalui mulut / hidung dan ada kesukaran bernapas dan berlebihan, hingga menggunakan otot pernapasan tambahan, adanya retraksi interkostal, supraklavikula dan ruang suprastemal. Pada sumbatan sebagian dengan pernapasan spontan/buatan, ada bunyi aliran udara, misalnya : snoring ( karena sumbatan pada jaringan lunak hipofaring ), crowing ( karena laringospasme ), gurgling ( karena benda asing ) atau wheezing ( karena obstruksi bronchial ).
Kegagalan pernapasan ( apnea ) ditandai dengan kurang atau hilangnya usaha bernapas, tidak adanya gerakan dada atau perut bagian atas, dan tidak adanya aliran udara melalui hidung atau mulut.
Jalan napas (airway) :
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan napas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini.
Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan. Caranya:
© Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil
© Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,
© Buka rahang bawah untuk memudahkan bernapas melalui mulut atau hidung.
Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak kepala korban. Bila korban tidak mau bernapas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera melakukan pernapasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
Pernapasan (breathing)
Dalam melakukan pernapasan mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban ( dengan ibu jari dan telunjuk ) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup napas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pemapasan masih belum adekuat.
Pernapasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu diperhatikan :
© gerakan dada waktu membesar dan mengecil
© merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
© dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.
Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis. Teknik mulut hidung kadang-kadang lebih efektif terutama bila mulut korban sukar dibuka, atau luka berat di mulut. Caranya sama dengan mulut ke mulut hanya tiupan dilakukan melalui hidung sedangkan mulut korban ditutup. Sebaliknya, pada tiupan ke hidung, mulut korban dibuka sewaktu ekspirasi karena langit-langit mulut ( soft palate ) dapat mengakibatkan sumbatan di daerah nasofaring; tiupan diulang satu kali tiap lima detik.
Pada penderita yang mendapat laringektomi maka tiupan dapat langsung ke lubang. Di sini tidak perlu penarikan kepala ataupun penarikan rahang bawah, yang perlu adalah menutup mulut dan hidung penderita waktu meniup agar udara tidak keluar.
Anak dan bayi :
Di sini mulut penolong dapat menutup seluruh mulut dan hidung anak dan volume udara yang ditiup lebih kecil. Tiupan untuk anak lebih lembut, pada hayi cukup meniup dengan pipi. Tiupan diulang satu kali tiap tiga detik. Hati-hati waktu menarik kepala bayi ke belakang karena lehemya masih lunak hingga malah dapat menyumbat jalan napas. Bila ada kecurigaan patah tulang leher, pembukaan jalan napas hanya dengan menarik rahang bawah ke depan.
Benda asing (foreign bodies) :
Penolong tidak perlu mencari benda asing di jalan napas; usaha pertama waktu meniup paru akan menunjukkan adanya sumbatan jalan napas; di sini jalan napas harus segera dibersihkan. Caranya : Korban dimiringkan, pundak ditopang oleh lutut penolong. Mulut korban dibuka paksa dengan teknik jempol telunjuk disilangkan. Kemudian masukkan telunjuk / dengan jari tengah mulai dari pipi ke arah dasar lidah sampai tenggorokan, dengan gerakan menyapu. Ulangi beberapa kali sampai bersih. Bila perlu bantu laringoskop. Bila belum berhasil, atau terjepit di belakang epiglottis, maka segeralah balikkan korban ke arah penolong, dan kemudian berikan pukulan keras ke punggung penderita, lalu coba lagi mengambil dengan tangan. Bila masih gagal, lakukan pungsi krikoiroid dan masukkan pipa endotrakhea ukuran 6 mm untuk dewasa. Prosedur ini sebaiknya dilakukan dengan alat dan petugas yang terlatih.
Lambung kembung (gastric distension) :
Keadaan ini dapat terjadi pada pernapasan buatan, sering pada anak; disebabkan karena tekanan terlalu besar atau jalan napas tersumbat. Bahayanya adalah regurgitasi, berkurangnya volume paru karena diafragma meninggi dan kemungkinan ruptur garter.
Untuk mencegah hal ini, miringkan kepala dan badan korban dan kemudian tekan perut di antara pusat dan iga terbawah.
Sirkulasi buatan :
Sering disebut juga dengan Kompresi, Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah terhentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat.
Sebab-sebab henti jantung :
© Afiksi dan hipoksi
© Serangan jantung
© Syok listrik
© Obat-obatan
© Reaksi sensitifitas
© Transfusi darah
© Kateterisasi jantung
© Anestesi.
Untuk mencegah mati biologis ( cerebral death ), pertolongan harus diberikan dalam 3-4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak diduga, maka langkah- langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernapasan dan sirkulasi buatan. Henti jantung diketahui dari :
© hilangnya denyut nadi pada arteri besar
© korban tidak sadar
© korban tampak seperti mati
© hilangnya gerakan bernapas atau megap-megap.
Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan napas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernapas, segera tiup paru korban 35 kali, lalu raba denyut A. Carotis. Perabaan A. Carotis lebih dianjurkan karena :
1. Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk meakukan pernapasan buatan.
2. Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepaskan pakaian korban.
3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.
Di rumah sakit dapat juga coba diraba pada A. Femoralis dan daerah prekordial untuk merasakan denyut apikal.
Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan KJL. Tekanan dilakukan secara ritmis pada bagian bawah tulang dada, tapi tidak di atas prosesus xidofeus (Gambar 4)
Selama henti jantung, KJL yang dilakukan dengan baik dapat menghasilkan tekanan sistolik sampai 100 mm Hg, tapi diastolik nol, dan tekanan rata-rata di A. Carotis jarang melebihi 40 mm Hg; aliran darah A. Carotis akibat KJL pada penderita henti jantung hanya mencapai sampai dari normal. KJL selalu harus disertai pernapasan buatan
Teknik KJL
Agar KJL efektif, tulang dada bagian bawah harus ditekan minimal 3,5 sampai 5 cm ( pada dewasa ), dan korban harus diletakkan pada alas yang keras dan datar. Bila korban di tempat tidur, gunakan papan sebagai alas; tetapi jangan tertunda karena menunggu alas. Kompresi harus teratur, lancar (smooth) dan tidak terputus-putus. Karena sirkulasi buatan selalu harus disertai dengan pernapasan buatan, maka lebih baik ada 2 orang penolong. Tapi dapat juga dilakukan dengan 1 orang penolong.
Bila ada 2 orang penolong ( Gambar : Salah satu berada di samping korban dan melakukan KJL sedang yang lainnya tetap di arah kepala korban, menarik kepala korban ke belakang dan melakukan pernapasan buatan. KJL untuk 2 orang adalah 60 kali/menit.
Bila dilakukan tanpa terputus cara ini dapat mempertahankan aliran darah dan tekanan darah yang adekuat, menghindari kelelahan si penolong, mudah dihitung yaitu 1 kali/detik, dan diperoleh sirkulasi dan ventilasi optimum dengan menyelipkan I tiupan ke paru korban dalam 5 kali kompresi tanpa berhenti (ratio 5 : I). Apabila korban sudah diintubasi, maka peniupan paru lebih mudah dan jumlah kompresi dapat ditingkatkan sampai 60 kali/menit. Bila hanya ada 1 orang (Gambar 6), penolong harus melakukan pemapasan dan sirkulasi buatan dengan ratio 2 : 15.
Caranya : 2 kali peniupan pare secara cepat, sesudah 15 kompresi jantung.
Karena harus berhenti untuk melakukan peniupan paru maka kecepatan 15 kompresi adalah 80 kompresi/menit ( 1 kali kompresi dalam detik ). Dua kali peniupan paru harus dilakukan dengan cepat, dalam waktu 5 6 detik tanpa harus menunggu ekshalasi penuh.
Bayi dan anak :
Untuk anak kecil hanya dipakai satu tangan, untuk bayi hanya dipakai ujung telunjuk dan jari tengah. Ventrikel bayi dan anak kecil terletak lebih tinggi dalam rongga dada, jadi tekanan hams dilakukan di bagian tengah tulang dada. Bahaya robeknya hati lebih besar pada anak karena dada lebih lunak dan hati terletak lebih tinggi di bawah tulang dada bawah dan xifoid. Tekananpada bayi 1 – 2 cm, pada tulang dada, anak kecil 2 – 4 cm. Jumlah kompresi antara 80 – 100 kali/ menit dengan napas buatan secepat mungkin tiap 5 kali kompresi.
Penarikan kepala bayi dan anak ke belakang akan mengangkat punggungnya. Jadi bilamelakukan kompresi maka punggung si anak hams diganjal dengan tangan, sedang tangan yang lain melakukan kompresi jantung.
Memeriksa efektifitas RJP
Selama melakukan RJP maka reaksi pupil harus diperiksa secara periodik, karena ini adalah petunjuk yang paling baik dari oksigenisasi dan aliran darah yang adekuat terhadap otak. Bila pupil dilatasi tapi masih ada refleks cahaya, maka keadaannya lebih baik. Denyut A. karotis harus diperiksa secara periodik selama RJP untuk mengetahui efektifitas KJL atau kembalinya denyut jantung spontan. Ini harus dilakukan setelah 1 menit RJP dan selanjutnya tiap beberapa menit.
Pukulan prekordial (precardial thump) :
Dapat dilakukan oleh semua orang bila denyut nadi hilang pada orang dewasa, pada keadaan :
1.     Henti jantung yang disaksikan (misalnya sewaktu melakukan Tunjangan Hidup Dasar).
2.     Pasien yang dimonitor (misalnya pasien yang mendapat Tunjangan Hidup Lanjutan di ICU).
3.     Blok atrioventrikular yang diketahui (pada Tun jangan Hidup Lanjutan).
Tidak dianjurkan pada kasus henti jantung yang mungkin sudah mengalami hipoksi atau anoksi, dan pada anak-anak. Dalam melakukan pukulan prekordial, harus diperhatikan :
1.     pukulan harus 1 kali saja, keras, cepat pada bagian tengah tulang dada, dipukul dengan bagian bawah kepalan tangan dari setinggi 20 — 30 cm (Gambar 4).
2.     pukulan dilakukan dalam jangka waktu 1 menit setelah henti jantung.
3.     bila tidak ada respon segera dilakukan Tunjangan Hidup Dasar, pukulan tidak perli diulang.
Teknik pada henti jantung yang disaksikan :
§ tarik kepala korban ke belakang untuk membuka jalan napas sambil meraba a. carotis.
§ bila tidak ada denyut nadi, lakukan pukulan prekordial.
§ bila korban tidak bernapas, berikan inflasi paru 4 kali dengan cepat.
§ bila nadi dan pernapasan tidak pulih, segera lakukan RJP.
Teknik untuk pasien yang dimonitor :
(pada pasien yang tiba-tiba mendapat fibrilasi ventrikel, asistole atau takhikardi ventrikel tanpa denyut nadi).
© berikan 1 kali pukulan prekordia
© cepat periksa alat monitor untuk ritme jantung dan sekaligus raba denyut A. carotis.
© bila temyata ada fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel disertai hilangnya denyut nadi, lakukan defibrilasi (counter shock)secepat mungkin.
© bila denyut tidak ada, tarik kepala ke belakang dan berikan 4 kali inflasi paru secara cepat dan penuh.
© raba denyut carotis lagi bila tidak ada denyut nadi, mulailah RJP.
Hal-hal yang harus diperhatikan
1) RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun kecuali pada keadaan-keadaan :
♪ kesulitan melakukan intubasi; inipun maksimal 15 detik.
♪ bila ingin naik/turun tangga, jangan lebih dari 15 detik.
2) Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila sudah stabil.
3) Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati.
4) Di antara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban.
5) Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus (50% relaksasi).
6) Perhatikan komplikasi yang mungkin terjadi karena RJP, misalnya : patah tulang dada, terpisahnya iga dan rawan iga, pneumotorik, hematotorak, kontusio paru, robeknya hati, lambung, emboli lemak dan sebagainya.
FASE II : TUNJANGAN HIDUP LANJUTAN
Terdiri atas Tunjangan Hidup Dasar, ditambah langkah- langkah :
D ( drugs ) : Pemberian obat-obatan, dimana termasuk di dalamnya :
♪ pengobatan definitif, termasuk pemberian obat-obat untuk koreksi asidosis dan memelihara irama jantung dan sirkulasi pemberian cairan intervena.
♪ penggunaan alat-alat tambahan, misalnya intubasi endotrakheal airway, ventilator, oksigen dan sebagainya.
♪ stabilisasi kondisi penderita.
E ( electrocardiograph ) : Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricle complexes, dan monitoring.
F ( fibrillation treatment ) : Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.
Pemberian obat-obatan umumnya diperlukan untuk penderita yang mendapat RJP. Obat-obatan sebaiknya diberikan intravena agar cepat mencapai sistim kardiovaskular. Pemberian intrakardial hanya terbatas pada epinefrin, pada awal henti jantung sebelum jalan intravena tersedia. Obat-obatan dibagi 2 golongan yaitu :
1.     Penting, yaitu : Sodium bikarbonat, Epinephrine, Sulfat Atropin, Lidokain, Morphin sulfat, Kalsium Khlorida; oksigen juga dianggap obat yang penting.
2.     Berguna (useful) yaitu obat-obat vasoaktif (Levarterenol), Isoproterenol (Metaraminol), Propranolol dan Korticosteroid
Electrocardiographic monitoring :
Harus segera dilakukan pada semua pasien yang mengalami gejala / kemungkinan serangan atau kolaps yang tiba-tiba. Kebanyakan kematian mendadak setelah infark miokard disebabkan karena gangguan listrik, terutama setelah / beberapa jam setelah kerusakan miokard atau iskhemi berat. Pada saat kritis ini pasien harus dimonitor terus menerus.
Walaupun perubahan irama jantung dapat terjadi mendadak, keadaan ini dapat dicegah dengan pengobatan dan early detection.
Petugas harus dapat mengenal paling sedikit disritmia ECG sebagai berikut :
1) Cardiac standstill (asistole ventrikel)
2) Bradikardi (denyut kurang dari 60 kali/menit)
3) Beda antara irama supra ventrtkular dan ventrikular
4) Kontraksi ventrikular prematur (frekuensi. multifokal dan R on T)
5) Takhikardi ventrikular
6) Fibrilasi ventrikel
7) Semua derajat blok atrioventrikular
8) Flutter dan fibrilasi atrium.
Defibrilasi (defibrillation treatment)
Fibrilasi ventrikel terutama terjadi karena insufisiensi koroner, efek samping obat electrocution, hampir tenggelam, kateterisasi jantung pada jantung yang sensitif atau sewaktu usaha resusitasi karena asistole. Pada fibrilasi ventrikel, kerja jantung sulit kembali normal bila tanpa pengobatan defibrilasi. Voltage rendah dapat menim- bulkan fibrilasi, sedangkan voltage tinggi yang sesuai dengan dapat mengakhiri fibrilasi. Cara paling efektif untuk mengakhiri fibrilasi ventrikel adalah electric counter shock; ini dapat dilakukan dengan arus searah ( direct current ) atau arus bolak-balik ( alternating current ). Counter shock dengan arus searah lebih efektif pada jantung yang besar, juga pada pasien yang hipothermi.
Sebelum melakukan counter shock jantung harus teroksigenisasi baik. Tenaga yang dianjurkan untuk direct external counter shock adalah 20 watt sekon atau lebih pada dewasa dan 100 watt sekon pads anak. Defibrilasi dengan arus bolak-balik pada dewasa perlu 500 – 1000 volt dengan 0,1 – 0,25 detik, juga harus dipakai kabel yang heavy duty untuk mencegah penurunan ampere. Dianjurkan pemakaian energi tinggi karena kegagalan pada counter shock yang pertama akan memperlambat mulainya sirkulasi spontan. Pemakaian counter shock energi tinggi dari luar tidak akan mengakibatkan kerusakan jantung atau mengganggu kontraksi spontan
FASE III : TUNJANGAN HIDUP TERUS MENERUS
G ( gauge ) : Pengukuran-pengukuran :
Tindakan selanjutnya ialah melakukan monitoring terus menerus keadaan, terutama yang berhubungan dengan kegawatannya, dan dilakukan pemeriksaan untuk evaluasi dan mencari penyebab keadaan gawat tadi, dan mengobatinya. Monitoring dilakukan terutama untuk menilai fungsi-fungsi pernapasan, peredaran darah dan susunan saraf.
H ( Head ) : Resusitasi otak :
Tindakan selanjutnya merupakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf akibat cardiac arrest dari kerusakan-kerusakan lebih lanjut, sehingga tercegah kelainan neurologik yang permanen.
H ( hypothermia )
H ( humanization )
Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia, yang mempunyai perasaan sedih, takut, kesepian, marah dan sebagainya. Oleh karena itu semua tindakan, seperti lazimnya tindakan medik, hendaknya didasarkan perikemanusiaan.
I ( intensive care ) :
Dapat dilakukan di ICU ( General ICU ) yang dapat dibagi menjadi ICU dewasa dan ICU anak, atau dalam Special Care Unit, seperti ICCU, Burn Unit, Neonatal Unit, Renal unit dan sebagainya.
AWAL DAN PENGAKHIRAN RJP
Resusitasi dilakukan pada infark jantung yang memberikan electric death, hipoksia akut, keracunan dan kelebihan obat-obatan, electrocution, vagal reflex, tenggelam dan kecelakaan lain yang kemungkinan hidup lebih lama. Pada acute respiration distress reoksigenasi harus segera dimulai. Bila henti jantung telah berlangsung lebih dari 10 menit, mungkin resusitasi tidak bisa memulihkan penderita ke status SSP sebelum henti jantung; bila ragu saat terjadinya henti jantung, segera saja lakukan RJP. Tidak perlu resusitasi pada stadium terminal suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis, tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskular penderita.
Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernapasan spontan dan refleks. Keadaan tidak sadar yang dalam tanpa pernapasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15 – 30 menit, biasanya menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat mungkin terjadi bila tidak ada aktivitas elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10menit atau lebih sesudah RJP yang tepat, termasuk terapi obat Pada anak atau pada keadaan istimewa, resusitasi harus dilanjutkan lebih lama.
Tanda prognostik yang baik ialah cepat kembalinya refleks mata dan traktus respiratorius bagian atas. Bila sirkulasi telah spontan dan tekanan darah lebih dari 60 mmHg, kompresi jantung dapat dihentikan; ulangi KJL bila perlu.
Kemajuan-kemajuan di bidang resusitasi telah memberi berbagai definisi kematian :
1) Mati Klinis :
hilangnya peredaran darah dan gerakan pernapasan disertai hentinya aktivitas korteks serebri, tapi bersifat sementara dan reversibel.
2) Mati biologic :
peredaran darah dan pernapasan dapat dipertahankan secara spontan atau buatan, tetapi kegiatan korteks serebri tidak dapat dikembalikan dan bersifat irriversibel.
3) Mati sosial :
peredaran darah dan pernapasan dapat dipertahankan secara spontan / buatan, aktivitas korteks serebri masih ada tapi abnormal, kesadaran penderita menurun/koma, dalam keadaan vegetatif yang tidak mungkin dikembalikan.
Diagnosa kematian otak yang pasti tidak dapat dibuat selama kompresi dada luar. Sebagai pegangan keberhasilan resusitasi sangat kecil apabila resusitasi tersebut telah dilakukan selama 60 menit.
 Tidak timbul aktifitas listrik spontan atau
 Hanya ada aktifitas listrik dengan kompleks ventrikular yang diperpanjang atau cacat.
 Adanya suatu fibrilasi ventrikel kasar yang terus menerus dengan hilangnya amplitudo yang berturut-turut.
Dengan pembatasan tertentu, kematian jantung yang pasti dapat diterima pada kasus ini.
Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini :
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang bertanggungjawab meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter).
3. Seorang dokter mengambil alih tanggungjawab (bila tidak ada dokter sebelumnya).
4. Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.
5. Pasien dinyatakan mati.
6. Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih (yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP).
KESIMPULAN
Bagian anestesi suatu rumah sakit atau fakultas kedokteran yang mendidik calon ahli anesthesiologi dapat dipakai sebagai pusat pendidikan resusitasi bagi para dokter dan paramedik. Tenaga medik dapat efektif melakukan resusitasi bila telah berpartisipasi dalam suatu kursus yang mencakup praktek pada manikin dan terlatih dalam pemeliharaan jalan napas dan ventilasi buatan pada pasien-pasien yang dibius di bawah supervise ahli anesthesiologi. Kota-kota besar memerlukan adanya emergency unit dengan jaringan yang luas, yang dapat mengambil tindakan lebih awal dalam resusitasi dan usaha-usaha menolong kehidupan di tempat kejadian, selama transportasi dan di rumah sakit.


SOP Resusitasi Jantung Paru ( RJP )

sop Keperawatan
Protap Penanganan Pasien Henti Jantung
Pengertian
Henti jantung adalah terhentinya kontraksi jantung yang efektif ditandai dengan pasien tidak sadar, tidak bernafas, tidak ada denyut nadi. Pada keadaan seperti ini kesepakatan diagnostis harus ditegakkan dalam 3 – 4 menit. Keterlambatan diagnosis akan menimbulkan kerusakan otak.Harus dilakukan resusitasi jantung – paru.
Tujuan
Sebagai acuan dalam penanganan pasien henti jantung
Kebijakan
Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien / mengembalikan fungsi cardiovascular.
Prosedur
1. Tahap I :
1.1. Berikan bantuan hidup dasar
1.2. Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang dagu.
1.3. Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas.
1.4. Jika nadi tidak teraba :
1.4.1. Satu penolong : tiup paru kali diselingi kompres dada 30 kali.
1.4.2. Dua penolong : tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali.
2. Tahap II :
2.1. Bantuan hidup lanjut.
2.2. Jangan hentikan kompresi jantung dan Venulasi paru.
2.3. Langkah berikutnya :
2.3.1. Berikan adrenalin 0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika diperlukan. Dapat diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi.
2.3.2. Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh : Defibrilasi : DC Shock.
2.3.3. Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
2.3.4. Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
3. Petugas IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien.
4. Pasien yang tidak dapat ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas lebih lengkap.

Friday, June 27, 2014

Komponen Standar Operasional Keperawatan dan Kedokteran

Keperawatan dan Kedokteran
KOMPONEN STANDAR

Beberapa komponen yang harus ada pada standar :

1. Standar Struktur

Standar struktur adalah karakteristik organisasi dalam tatanan asuhan yang diberikan. Standar ini sama dengan standar masukan atau standar input yang meliputi;

· Filosofi dan objektif

· Organisasi dan administrasi

· Kebijakan dan peraturan

· Staffing dan pembinaan

· Dekripsi pekerjaan (fungsi tugas dan tanggung jawab setiap posisi klinis)

· Fasilitas dan peralatan

2. Standar Proses

Standar proses adalah kegiatan dan interaksi antara pemberi penerima asuhan. Standar ini berfokus pada kinerja dari petugas profesional di tatanan klinis, mencakup :

· Fungsi tugas, tanggung jawab, dan akontabilitas

· Manajemen kinerja klinis

· Monitoring dan evaluasi kinerja klinis

3. Standar Outcomes

Standar outcomes adalah hasil asuhan dalam kaitannya dengan status pasien. Standar ini berfokus pada asuan pasien yang prima, meliputi :

· Kepuasan pasien

· Keamanan pasien

· Kenyamanan pasien

Dalam pelayanan kesehatan, hasil mungkin tidak selalu seperti apa yang diharapkan atau diinginkan, namun standar struktur dan proses yang baik akan menunjukkan sejauh mana kemungkinan pencapaian outcomes atau hasil yang diharapkan. Outcomes adalah hasil yang dicapai melalui penentuan dan melengkapi proses. Outcomes ditulis untuk setiap prosedur, pedoman praktek dan rencana.


KOMPONEN – KOMPONEN STANDAR

STRUKTUR

PROSES

HASIL

w Filosofi,tujuan

w Orgn & Manaj

w Peraturan2 atau

kebijakan

w JD: TJ & akun

tabilitas

w Alat& Fasilitas

w Interaksi pemberi & penerima jasa

w Action: tupoksi

w Megelola kinerja

w Melaks.monitoring

w Komunikasi

w Kepuasan pasen/staf

w Keamanan / kenyamanan

pasen

w Perubahan status kes.



TINGKATAN STANDAR

Ketentuan dan Komponen Standar Operasional Keperawatan / Protap

Sop Keperawatan
PERSYARATAN STANDAR


Standar yang dikembangkan dengan baik akan memberikan ciri ukuran kualitatif yang tepat seperti yang tercantum dalam standar pelaksanaannya. Standar selalu berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. Standar dibuat untuk mengarahkan cara pelayanan yang akan diberikan serta hasil yang ingin dicapai.


Standar yg berbasis manajemen kinerja, memiliki persyaratan-persyaratan sbb:

w S – specific

w M -measurable -- terukur

w A - appropriate-- tepat

w R – reliable -- handal

w T – timely – batas waktu

KETENTUAN STANDAR


Ada 4 Ketentuan Standar

1. Harus tertulis dan dapat diterima pada suatu tingkat praktek, mudah dimengerti oleh para pelaksananya.

2. Mengandung komponen struktur (peraturan-peraturan), proses (tindakan/action) dan hasil (outcomes).standar struktur menjelaskan peraturan, kebijakan fasilitas dan lainnya. Proses standar menjelaskan dengan cara bagaimana suatu pelayanan dilakukan dan outcome standar menjelaskan hasil dari dua komponen lainya.

3. Standar dibuat berorientasi pada pelanggan, staf dan sistem dalam organisasi. Pernyataan standr mengandung apa yang diberikan kepada pelanggan/pasien, bagaimana staf berfungsi atau bertindak dan bagaimana sistem berjalan. Ketiga komponen tersebut harusberhubungan dan terintegrasi. Standar tidak akan berfungsi bila kemampuan atau jumlah staf tidak memadai.

4. Standar harus disetujui atau disahkan oleh yang berwenang. Sekali standar telah dibuat, berarti sebagian pkerjaan telah dapat diselesaikan dan sebagian lagi adalah mengembangkannya melalui pemahaman (desiminasi). Komitmen yang tinggi terhadap kinerja prima melaui penerapan-penerapannya secara konsisten untuk tercapainya tingkat mutu yang tinggi.

SOP ( Standar Operasional Prosedur )

pengertian standar
Sumber daya manusia kesehatan merupakan aset penting dan terbesar dalam mentukan kualitas pelayanan kesehatan, untuk mendukung dan mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi, maka kapasitas tenaga kesehatan perlu terus ditingkakan. Langkah-langkah startegi, taktis dan aplikatif diperlukan agar tenaga kesehatan yang berkontribusi dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit dapat berperan dan siap bersaing di tatanan dunia kesehatan regional, nasional dan global.

Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan telah menjadi tema utama di seluruh dunia. Dengan tema ini, organisasi pelayanan kesehatan dan kelompok profesional kesehatan sebagai pemberi pelayanan harus menampilkan akontabilitas sosial mereka dalam memberikan pelayanan yang mutakhir kepada konsumen yang berdasarkan standar profesionalisme, sehingga diharapkan dapat mnemenuhi harapan masyarakat. Sebagai konsekuensinya peningkatan kinerja memerlukan persyaratan yang diterapkan dalam melaksanakan pekerjaan yang berdasarkan standar tertulis.

Dalam pelayanan keperawatan dan kebidanan, standar sangat membantu perawat dan bidan untuk mencapai asuhan yang berkualitas, sehingga perawat dan bidan harus berpikir realistis tentang pentingnya evaluasi sistematis terhadap semua aspek asuhan yangberkualitas tinggi. Namun keberhasilan dalam mengimplemetasikan standar sangat tergantung pada individu perawat atau bidan itu sendiri, usaha bersama dari semua staf dalam suatu organisasi , disamping partisipasi dari seluruh anggota profesi

Berdasarkan hasil riset tahap I bulan Otober 2000 – Maret 2001 yang dilaksanakan oleh Tim Konsultan WHO Temuan permasalahan diperoleh melalui penelitian di DKI Jakarta, Sumut, Sulut dan Kaltim tahun 2001 oleh WHO dan Direktorat Keperawatan Depkes salah satu hasilnya adalah belum dikembangkannya secara optimal kelengkapan standar dan SPO untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan tugas


PENGERTIAN STANDAR

Beberapa Pengertian tentang Standar

Banyak diskusi dalam mempelajari dan membahas definisi standar. Kamus Oxford meberikan beberapa pengertian konsep kunci mengenai definisi standar. Pertama, standar adalah derajat terbaik. Kedua, standar meberikan suatu dasar perbandingan. Ketiga, beberapa pengertian lain seperti tertulis dibawah ini ;

1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsesus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya (PP 102 tahun 2000).

2. Standar adalah suatu catatan menimum dimana terdapat kelayakan isi dan akhirnya masyarakat mengakui bahwa standar sebagai model untuk ditiru.

3. Standar adalah suatu pernyataan tertulis tentang harapan yang spesifik.

4. Standar adalah suatu pernyataan tertulis dari suatu harapan-harapan yang spesifik

5. Standar adalah suatu patokan pencapaian berbasis pada tingkat tertentu ( dr.Yodi Mahendra ).

6. Standar adalah suatu pedoman atau model yang disusun dan disepakati bersama serta dapat diterima pada suatu tingkat praktek untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ( Reyers, 1983).

7. Standar adalah nilai-nilai (velues) yang tertulis yang meliputi peraturan-peraturan dalam mengaplikasi proses-proses kunci, proses itu sendiri, dan hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

8. Standar adalah menaikkan ketepatan kualitatif atau kuantitatif yang spesifik dari komponen struktural dalam sistem pelayanan kesehatan yang didasarkan pada proses atau hasil suatu harapan (Donebean).

SOP / Protap pemberian kompres kering dengan kirbat es

contoh sop
3.    Kompres Dingin Kering Dengan Kirbat Es (Eskap)
A.    Persiapan Alat :
Ø  Kirbat es/eskap dengan sarungnya
Ø  Kom berisi berisi potongan-potongan kecil es dan satu sendok teh garam agar es tidak cepat mencair
Ø  Air dalam kom
Ø  Lap kerja
Ø  Perlak pengalas
B.     Prosedur :
1.      Bawa alat-alat ke dekat klien
2.      Cuci tangan
3.      Masukkan batnan es ke dalam kom air supaya pinggir es tidak tajam
4.      Isi kirbat es dengan potongan es sebanyak kurang lebih setengah bagian dari kirbat tersebut
5.      Keluarkan udara dari eskap dengan melipat bagian yang kosong, lalu di tutup rapat
6.      Periksa skap, adakah kebocoran atau tidak
7.      Keringkan eskap dengan lap, lalu masukkan ke dalam sarungnya
8.      Buka area yang akan di kompres dan atur yang nyaman pada klien
9.      Pasang perlak pengalas pada bagian tubuh yang akan di kompres
10.  Letakkan eskap pada bagian yang memerlukan kompres
11.  Kaji keadaan kulit setiap 20 menit terhadap nyeri, mati rasa, dan suhu tubuh
12.  Angkat eskap bila sudah selesai
13.  Atur posisi klien kembali pada posisi yang nyaman
14.  Bereskan alat setelah selesi melakukan prasat ini
15.  Cuci tangan
16.  Dokumentasikan

C.    Hal-Hal Yang Perlu Di Perhatikan
Ø  Bila klien kedinginan atau sianosis, kirbat es harus segera di angkat
Ø  Selama pemberian kirbat es, perhatikan kult klien terhadap keberadaan iritasi dan lain-lain
Ø  Pemberian kirbat es untuk menurukan suhu tubuh, maka suhu tubuh harus di control setiap 30-60 menit.bila suhu sudah turun kompres di hentikan
Ø  Bila tdak ada kirbat es bias menggunakan kantong plastic
Ø  Bila es dalam kirbat es sudah mencair harus segera dig anti (bila perlu)

Saturday, June 21, 2014

SOP / Protap Menerima Pasien Baru

Pengertian Menerima pasien yang baru masuk Puskesmas untuk dirawat sesuai yang berlaku.
Pasien segera memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
Tujuan Sebagai acuan untuk penerimaan pasien baru.
Kebijakan - Ada petugas yang terampil
Prosedur Persiapan :
- Pasien dan keluarganya diterima dengan ramah.
- Bila pasien dapat berdiri, atau berat badan sebelum penderita dibaringkan.
- Selanjutnya lakukan pengkajian data melalui anamnese dan pemeriksaan fisik.
- Laporan pasien pada penanggung jawab ruangan.
- Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang tata tertib yang berlaku di
Rumah Sakit serta orientasi keadaan ruangan/fasilitas yang ada.
- Mencatat data dari hasil pengkajian pada catatan medik dan catatan perawatan
pasien.
- Memberitahukan prosedur perawatan/tindakan yang segera dilakukan.
Unit
terkait
Poliklinik, Ruang Perawatan

SOP / Protap pertolongan pada luka baru

Pengertian Memberikan tinadakan pertolongan pada luka baru dengan cepat dan tepat
Tujuan Agar luka tidak terjadi infeksi lanjut
Kebijakan Seluruh perawat diijinklan melakukan penjahitan dan perawatan luka, tetapi tidak pada luka putus
tendon
Prosedur PERSIAPAN ALAT :
Streril
1. Bak instrumen bensi
a. Spurt irigasi 50 cc
b. Soft koteker / tobe feeding
c. Pinset anatomis
d. Pinset chirrugis
e. Gunting jaringan
f. Arteri klem
g. Knop sonde
h. Container untuk cairan irigasi
2. Korentang dengan tempatnya
3. Kassa dan depres dalam tromol
4. Handschone / gloves steril
5. Neerbeken (bengkok)
6. Kom kecil/ sedang
7. Pembalut sesuai kebutuhan
a. Kasa
b. Kasa gulung
8. Topical terapi
a. Betadine sol
b. Sutratol
9. Cairan pencuci luka dan disinfektan
a. Cairan NS / RL hangat sesuai suhu tubuh 34 0 -37 0 C
b. Alkohol 70 %
Non Streril
1. Schort / gown
2. Perlak + alas perlak / underpad
3. Handschone / gloves bersih
4. Sketsel / tirai
5. Gunting verband
6. Neerbeken / bengkok
7. Plester (adhesive) atau hipafix micropone
8. Tas plastik kotoran / tempat sampah
9. Alat tulis
10. Form inform consern
11. Form UGD

Friday, June 20, 2014

SOP / Protap Penanganan Demam Tifoid

SOP Penanganan Demam Tifoid
Pengertian Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella typhi.
Kriteria Diagnosis
Demam tinggi lebih dari 7 hari disertai sakit kepala
- Kesadaran menurun
- Lidah kotor, hepatosplenomegali, dsb
- Bradikardia relative
Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderita tifoid
Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter
Prosedur Diagnosis Diferensial
- Infeksi karena virus + (Dengue influenza)
- Malaria
- Broncho pnemonia
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan lab
- Hb, Leko, Diff, Trombist, Ht
- Urine lengkap
- Widal
Terapi
1. Tirah baring, diet lunak, chloramphenicol 2 gr/hr atau kotrimoksasol 2 x 2 tab
diberikan sampai 7 hari bebas napas atau Quinolon
2. pemberian cairan infuse RL / D 5%
Penyulit :
- Toksis
- Perforasi usus mengakibatkan peritonitis
- Perdarahan dari usus
Lama perawatan :
Umumnya sampai 7 hari bebas panas
Unit
terkait
RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLIND

BENTUK DAN CONTOH SOP RUMAH SAKIT

2.1  Bentuk SOP
SOP memiliki berbagai macam jenis/bentuk sesuai dengan sistem kerja yangdijelaskannya. Bentuk-bentuk SOP itu sendiri dapat dibagi menjadi 4 jenis dengan bentuk yang berbeda:
a.      Simple Steps
Simple steps berisi prosedur kerja yang sangat sederhana dan tidak terlalu terperinci, biasanya SOP jenis ini digunakan hanya untuk situasi kerja dengan sedikit operator. SOP jenisini tepat digunakan untuk prosedur kerja dengan sedikit pengambilan keputusan, dna kurang darisepuluh langkah. Contoh SOP jenis simple step:
Gambar 1. Simple Steps
b.      Hierarchical steps
Hierarchical steps lebih terinci daripada jenis-jenis SOP simple steps, dimana pada SOP initerdapat kalimat dan terdapat sub-kalimat sehingga memudahkan operator untuk memahaminya.Jenis SOP ini cocol untuk digunakan untuk prosedur yang cukup panjang, yakni jika proses yangakan ditulis lebih dari 10 langkah, dan tidak mempunyai banyak keputusan. Contoh SOP jenis hierarchical steps:
Gambar 2. Hierarchical steps
c.       Graphic Format
Graphic format merupakan pengambangan dari SOP Hierarchical steps, dimana dalam penulisannya SOP jenis ini menyertakan gambar-gambar atau diagram untuk mempermudah pengertiannya. Grafik yang digunakan dapat menyederhanakan suatu prosedur dari bentuk yang panjang menjadi lebih singkat. SOP jenis ini biasanya dipakai untuk prosedur yang cukup panjang, yakni jika proses yang akan ditulis lebih dari 10 langkah. Dalam pembuatan SOP jenisini sebaiknya gunakan kalimat singkat yang dapat membantu untuk menjelaskan maksud dari gambar atau diagram yang ada, dan jika memungkinkan, gambar atau diagram yang digunakandapat mengilustrasikan tujuan dari prosedur tersebut. Contoh SOP jenis graphic formaT
Gambar 3. Graphic Format
d.      Flowchart merupakan grafik sederhana yang menjelaskan langkah-langkah proses dalam pembuatan suatu keputusan, flowchart berisi pertimbangan, langkah-langkah dan juga pengambilan keputusan dalam suatu prosedur kerja. Apabila dalam suatu prosedur kerjadibutuhkan banyak pengambilan keputusan sebaiknya menggunakan flowchart untuk mempermudah pengertian prosedur yang dilakukan, dimana didalam flowchart akan dijelaskanlangkah-langkah mana yang harus dipilih dan apa yang harus dilakukan setelah langkah tersebut diambil. Flowchart menggunakan symbol-simbol yang mempresentasikan suatu tindakan.Contoh simbol-simbol yang digunakan pada SOP jenis flowchart:
Gambar 4. Graphic Format

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN SOP

2.1  Langkah-langkah Penyusunan SOP
Inti dari disusunnya buku Panduan Pembuatan SOP tentang Tata Kelola Data ini adalah memberikan pedoman praktis  bagi penyusun, pengimplementasi dan pengendali SOP di dalam unit kerja adalah tahap-tahap teknis penyusunan SOP.
Tahap-tahap teknis penyusunan SOP adalah sebagai berikut:
1.      Tahap Persiapan
Tahapan ini bertujuan untuk memahami kebutuhan penyusunan atau pengembangan SOP serta menyusun alternatif tindakan yang harus dilakukan oleh unit kerja yang terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu :
a. Mengetahui kebutuhan.
b. Mengevaluasi dan menilai kebutuhan
c. Menetapkan kebutuhan
d. Menetapkan alternatif tindakan
Produk dari tahapan ini adalah keputusan mengenai alternatif tindakan yang akan dilakukan.
2.      Tahap Pembentukan Organisasi Tim
Tahapan ini bertujuan untuk menetapkan orang atau tim dari unit kerja yang bertanggungjawab untuk melaksanakan alternative tindakan yang telah dibuat dalam tahap persiapan. Tahapan ini mencakup 5 (lima) langkah, yaitu:
a. Menetapkan orang atau tim dari unit kerja yang bertugas sebagai penanggungjawab pelaksana
b. Menyusun pembagian tugas pelaksanaan
c. Menetapkan orang yang diberi tanggungjawab atas pelaksanaan secara garis besar.
d. Menetapkan mekanisme control pekerjaan
e. Membuat pedoman pembagian pekerjaan dan control pekerjaan
Produk dari tahap ini adalah pedoman pembagian tugas dan kontrol pekerjaan.
3.      Tahap Perencanaan
Tahapan ini bertujuan menyusun serta menetapkan strategi, metodologi, rencana dan program kerja yang akan digunakan oleh tim pelaksana penyusunan. Tahap ini terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu:
a. Menyusun strategi dan metodologi kerja.
b. Menyusun perencanaan kerja
c. Menyusun program-program kerja rinci
d. Menyusun pedoman perencanaan dan program kerja rinci
Produk dari tahap ini adalah pedoman perencanaan dan program kerja rinci.
4.      Tahap Penyusunan
Tahapan ini bertujuan untuk melaksanakan penyusunan SOP sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap ini terdiri dari 5 (lima) langkah, yaitu:
a.       Mengumpulkan informasi terkait dengan metode pendekatan pengumpulan yaitu dengan metode pendekatan system atau risiko kegiatan.
b.      Mengumpulkan informasi pelengkap, yaitu alur otorisasi, kebijakan, pihak yang terlibat, formulir, kaitan dengan prosedur lain, dan kode prosedur.
c.       Menetapkan metode dan teknik penulisan SOP yang dipilih.
d.      Melaksanakan penulisan SOP.
e.       Membuat draft pedoman SOP.
Produk dari tahapan ini adalah draft pedoman SOP.
5.      Tahap Uji Coba
Tahapan ini bertujuan menerapkan SOP dalam bentuk uji coba draft pedoman SOP yang telah dibuat dalam tahap penyusunan. Tahap ini terdiri dari 6(enam) langkah yaitu:
a.       Merancang metodologi uji coba.
b.      Mempersiapkan materi uji coba.
c.       Menetapkan tim pelaksana uji coba.
d.      Mempersiapkan sarana uji coba.
e.       Melaksanakan uji coba.
f.       Menyusun laporan hasil uji coba.PDT-PS/SOP-1 7 Mei 2012
Produk dari tahap ini adalah laporan hasil uji coba yang digunakan untuk melakukan penyempurnaan draft pedoman SOP.
6.      Tahap Penyempurnaan
Tahapan ini bertujuan menyempurnakan pedoman SOP berdasarkan laporan hasil uji coba yang dilakukan pada tahap sebelumnya. Tahap ini terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu:
a.       Mendiskusikan laporan hasil uji coba.
b.      Merancang dan merencanakan langkah-langkah penyempurnaan pedoman SOP
c.       Menyusun pembagian tugas penyempurnaan
d.      Melaksanakan penyempurnaan
e.       Melakukan uji coba terbatas dengantim atau tim penyeimbang (counterpart) atau kelompok fokus (focus group) yang dibentuk secara khusus.
f.       Menyusun pedoman SOP akhir (final manual)
g.      Produk dari tahap ini adalah pedoman SOP akhir (final manual atau final guidance) yang dapat digunakan sebagai pedoman standar dalam unit kerja.
7.      Tahap Implementasi
Tahapan ini bertujuan untuk mengimplementasikan pedoman SOP akhir secara menyeluruh dan standar dalam organisasi. Tahap ini terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu:
a.       Merancang metodologi implementasi.
b.      Mempersiapkan materi implementasi.
c.       Menetapkan tim pelaksana implementasi
d.      Mempersiapkan sarana implementasi.
e.       Melaksanakan implementasi.
f.       Menyusun laporan implementasi.
Produk dari tahap ini adalah laporan implementasi yang akan menjadi dasar dalam melakukan tahapan pemeliharaan dan audit.
8.      Tahap Pemeliharaan dan Audit
Tahapan ini merupakan tahap akhir dari seluruh tahap-tahap teknis penyusunan SOP dan bertujuan untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan audit atas pelaksanaan penerapan SOP dalam organisasi selama periode tertentu. Tahapan ini terdiri dari 7 (tujuh) langkah, yaitu:
a.       Merencanakan kegiatan pemeliharaan dan audit atas pedoman SOP yang
b.      diterapkan.
c.       Mempersiapkan tim pemeliharaan dan audit.
d.      Melaksanakan pemeliharaan dan audit.
e.       Membuat laporan setiap kegiatan pemeliharaan dan audit.
f.       e. Menyimpulkan temuan-temuan di dalam laporan kegiatan pemeliharaan     dan audit dan menyusun perencanaan perbaikan yang diperlukan.
g.      Melaksanakan perbaikan sesegera mungkin bila perbaikan yang dilakukan kecil dan bersifat rutin.
h.      Melaksanakan tahap-tahap teknis penyusunan SOP dari awal jika perbaikan yang harus dilakukan besar dan bersifat tidak rutin.
Produk dari tahap ini adalah : (i) laporan perbaikan rutin, dan (ii) laporan kebutuhan perbaikan besar atas SOP.
Penyusunan SOP dalam organisasi atau uni kerja harus dilakukan melalui tahap-tahap yang sistematis berpedoman pada tahapan-tahapan teknis yang telah disajikan. Setiap tahap akan menghasilkan produk yang menjadi dasar bagi pelaksanaan tahap yang berikutnya. Tahap-tahap ini merupakan siklus yang harus dilaksanakan secara berurutan.
2.2  Evaluasi
1.      Tujuan : membudayakan internal audit
2.      Evaluasi dilaksanakan berkala, maksimal 3 th sekali sesuai kebutuhan dalam melaksanakan SOP tersebut.
3.      Tetapkan pelaksana evaluasi
4.      Buat protap tata cara evaluasi SOP. Kembangkan format/check list evaluasidan hasil evaluasi.
2.3  Perubahan atau Revisi
Yang dimaksud dengan revisi adalah kegiatan atau usaha untuk memperbaiki suatu SOP, yang perlu diperbaiki isinya baik sebagian maupun seluruh isi SOP. Revisi perlu dilakukan bila :
1.      Prosedur kerja/urutan kerja tidak sesuai lagi dengan keadaan yang ada.
2.      Adanya perkembangan ilmu dan teknologi
3.      Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru
4.      Pergantian direktur SOP tidak perlu direvisi